Jumat, 11 Mei 2012

PERJUANGAN ULAMA DAN SANTRI BABAKAN CIWARINGIN CIREBON



K.H. Hasanuddin adalah tokoh pendiri awal pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon, sekitar tahun 1131 H/ 1709 M. Pendirian pesantren ini merupakan bagian proses penyebaran dan penguatan Agama Islam di Cirebon Jawa Barat. Kyai Jatira adalah gelar beliau saat memimpin aksi protes terhadap rencana pembuatan jalan lintas antara Cirebon-Sumedang-Tanah Ukur(Bandung), yang diadakan pemerintah Kolonial Belanda. Beliau mengadakan perlawanan bersama para santri dengan mencabuti patok-patok penanda jalan yg akan dibuat. Hal ini membuat Belanda dan pihak keresidenan Cirebon gusar. Belum lagi pemberontakan Tubagus Serit dan Tubagus Rangin usai, kini muncul perlawanan lain timbul. Pihak kesultanan bungkam. Dilematis. Karena perlawanan-perlawanan yang terjadi di sekitar Cirebon seperti juga yang dipimpin oleh Kyai Ardi Sela( Buntet), adalah tokoh-tokoh keluarga Keraton yang menyingkir dari keraton karena tidak senang atas kedekatan keraton dengan kompeni Belanda. Masuknya budaya asing seperti, mabuk-mabukan sambil pesta dansa, perjudian, membuat kalangan keraton yg masih kuat memegang ajaran agama Islamnya berang. Akhirnya banyak yang dari keluarga keraton keluar dari istana. Sebagian menjalani hidup sebagai orang biasa. Sebagian lagi menjadi tokoh penyebar Agama Islam meneruskan jejak leluhurnya yaitu Syekh Syarif Hidayatullah dg mendirikan padepokan atau pasantrian. Merekapun tak segan melepas gelar keningratannya(hal ini mungkin bs mnjadi alasan kenapa beberapa silsilah nasab keluarga yg hilang tidak tercatat- atau memang sengaja disembunyikan oleh ahli silsilah demi keselamatan tokoh dg generasinya). Sikap seperti itu sebagai kesiapan mereka dalam menyebarkan Ajaran Rasul yang dibina Sunan Gunung Jati yang semakin luntur akibat pengaruh budaya yang di bawa penjajah. Dengan adanya campur tangan dan tekanan Kompeni, Kebijakan keraton tidak lagt berpihak pada sisi kemanusian, mengayomi rakyat. Tapi sudah cenderung ke aspek material, memanfaatkan potensi rakyat untuk mengeruk keuntungan bagi mereka. Rakyat semakin terpuruk dengan adanya kenaikan pajak, monopoli dagang dan program tanam paksa. Pihak keraton terbagi dua antara yang membela rakyat dengan yang berpihak ke kompeni. Kelompok yang memihak rakyat banyak yang mengadakan perlawanan langsung, bergabung dengan mereka yang lebih dulu hengkang dari keraton. Sehingga perlawanan demi perlawanan tak bisa dielakan. Misalnya, Penutupan Taman Sunyaragi; sebuah taman sekaligus tempat menempa diri, bertawajuh para tokoh Keraton, yang di duga dijadikan tempat melatih ksatria untuk melawan belanda dan Pecahnya perang antara Santri dan belanda yang terjadi di Kedongdong (Perang Santri). Perjuangan lain ditempuh dengan mendirikan lembaga pendidikan pesantren; untuk mendidik kader penerus perjuangan. Salah satu tokoh yg mengambil pola tersebut yaitu Kyai Hasanuddin atau Kyai Jatira( yg dikenal juga dengan sebutan Embah Qobul). Beliau Putra dari Syekh Abdul Latif (Plumbon, Cirebon), yang dari garis ayah bersambung ke Syekh Faqih Ibrohim bin Syekh Abdul Muhyi (Pamijahan, Tasikmalaya).

PONDOK PESANTREN PERTAMA BABAKAN CIWARINGIN




Pondok Pesantren Babakan Utara, Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin yang didirikan oleh KH Amin Sepuh dan saat ini diasuh oleh KH Afif Zuhri Amin. Ini pesantren pertama di Babakan Ciwaringin. Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin Babakan Ciwaringin Cirebon. Berdiri pada tahun 1856 M, sebagai penerus Pesantren Kyai Jatira(K.H. Hasanuddin). K.H. Muhammad Amin Sepuh(1906-1972 M), adalah generasi ke-6 sejak berdirinya pesantren ini. Beliau dari pihak ayah masih keturunan dari kanjeng sunan Syekh Syarif Hidayatulloh.dan dari Ibu bersambung ke Sunan Giri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar