K.H. Hasanuddin adalah tokoh pendiri
awal pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon, sekitar tahun 1131 H/
1709 M. Pendirian pesantren ini merupakan bagian proses penyebaran dan
penguatan Agama Islam di Cirebon Jawa Barat. Kyai Jatira adalah gelar
beliau saat memimpin aksi protes terhadap rencana pembuatan jalan lintas
antara Cirebon-Sumedang-Tanah Ukur(Bandung), yang diadakan pemerintah
Kolonial Belanda. Beliau mengadakan perlawanan bersama para santri
dengan mencabuti patok-patok penanda jalan yg akan dibuat. Hal ini membuat
Belanda dan pihak keresidenan Cirebon gusar. Belum lagi pemberontakan
Tubagus Serit dan Tubagus Rangin usai, kini muncul perlawanan lain
timbul. Pihak kesultanan bungkam. Dilematis. Karena perlawanan-perlawanan yang
terjadi di sekitar Cirebon seperti juga yang dipimpin oleh Kyai Ardi Sela(
Buntet), adalah tokoh-tokoh keluarga Keraton yang menyingkir dari keraton
karena tidak senang atas kedekatan keraton dengan kompeni Belanda. Masuknya
budaya asing seperti, mabuk-mabukan sambil pesta dansa, perjudian, membuat kalangan
keraton yg masih kuat memegang ajaran agama Islamnya berang. Akhirnya
banyak yang dari keluarga keraton keluar dari istana. Sebagian menjalani
hidup sebagai orang biasa. Sebagian lagi menjadi tokoh penyebar Agama
Islam meneruskan jejak leluhurnya yaitu Syekh Syarif Hidayatullah dg
mendirikan padepokan atau pasantrian. Merekapun tak segan melepas gelar
keningratannya(hal ini mungkin bs mnjadi alasan kenapa beberapa silsilah
nasab keluarga yg hilang tidak tercatat- atau memang sengaja
disembunyikan oleh ahli silsilah demi keselamatan tokoh dg generasinya).
Sikap seperti itu sebagai kesiapan mereka dalam menyebarkan Ajaran Rasul yang
dibina Sunan Gunung Jati yang semakin luntur akibat pengaruh budaya yang
di bawa penjajah. Dengan adanya campur tangan dan tekanan Kompeni,
Kebijakan keraton tidak lagt berpihak pada sisi kemanusian, mengayomi rakyat.
Tapi sudah cenderung ke aspek material, memanfaatkan potensi rakyat untuk
mengeruk keuntungan bagi mereka. Rakyat semakin terpuruk dengan adanya
kenaikan pajak, monopoli dagang dan program tanam paksa. Pihak keraton
terbagi dua antara yang membela rakyat dengan yang berpihak ke kompeni. Kelompok
yang memihak rakyat banyak yang mengadakan perlawanan langsung, bergabung
dengan mereka yang lebih dulu hengkang dari keraton. Sehingga perlawanan demi
perlawanan tak bisa dielakan. Misalnya, Penutupan Taman Sunyaragi;
sebuah taman sekaligus tempat menempa diri, bertawajuh para tokoh
Keraton, yang di duga dijadikan tempat melatih ksatria untuk melawan
belanda dan Pecahnya perang antara Santri dan belanda yang terjadi di
Kedongdong (Perang Santri). Perjuangan lain ditempuh dengan mendirikan
lembaga pendidikan pesantren; untuk mendidik kader penerus perjuangan.
Salah satu tokoh yg mengambil pola tersebut yaitu Kyai Hasanuddin atau Kyai
Jatira( yg dikenal juga dengan sebutan Embah Qobul). Beliau Putra dari Syekh
Abdul Latif (Plumbon, Cirebon), yang dari garis ayah bersambung ke Syekh
Faqih Ibrohim bin Syekh Abdul Muhyi (Pamijahan, Tasikmalaya).
PONDOK PESANTREN PERTAMA BABAKAN CIWARINGIN
Pondok
Pesantren Babakan Utara, Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin yang
didirikan oleh KH Amin Sepuh dan saat ini diasuh oleh KH Afif Zuhri
Amin. Ini pesantren pertama di Babakan Ciwaringin. Pondok Pesantren
Roudlotut Tholibin Babakan Ciwaringin Cirebon. Berdiri pada tahun 1856 M, sebagai penerus Pesantren Kyai Jatira(K.H. Hasanuddin). K.H. Muhammad Amin
Sepuh(1906-1972 M), adalah generasi ke-6 sejak berdirinya pesantren ini.
Beliau dari pihak ayah masih keturunan dari kanjeng sunan Syekh Syarif
Hidayatulloh.dan dari Ibu bersambung ke Sunan Giri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar