tentang seorang mandor bangunan yang bernama Udin, hmmm atau kira kira demikian mandor tersebut dipanggil.
Sang mandor udin ini sedang mengerjakan suatu proyek bangunan
gedung bertingkat. Dan Udin sedang berada di lantai 3 mengamati gambar
proyek dan hasil kerja para kuli bangunannya.
Kemudian sang mandor Udin ini hendak menyampaikan suatu pesan
penting perihal hasil kerja pembangunan gedung tersebut kepada salah
seorang kuli bangunannya yang sedang berada di lantai bawah. Karena sang
mandor Udin sedang enggan turun ke bawah untuk menemui langsung kuli
bangunannya, maka si mandor ini pun memanggil-manggil kuli tersebut
dengan harapan agar panggilannya di dengar dan dia dapat langsung
menyampaikan pesan penting pada kuli bangunannya itu.
Namun ternyata meski Udin sudah berteriak-teriak dengan lantang
memanggil kuli bangunan itu, oleh karena suasana proyek sangat ramai
maka kuli bangunan itu sama sekali tidak menggubris panggilan Udin.
Lalu, Udin pun mencari cara agar mendapat perhatian kuli
bangunannya itu. Udin melemparkan uang logam kepada Kuli bangunannya
dengan harapan kuli terssebut segera sadar dan menengok ke atas melihat
udin yang hendak menyampaiakan pesan penting pada kuli itu. Uang logam
dilempar hingga beberapa kali, namun ternyata kuli bangunan itu massih
asyik dengan pekerjaan mengaduk semen dan sedikit pun tak menggubris
lemparan uang logam Udin.
Tak kurang akal, Udin pun melemparkan beberapa batu yang ia
temukan pada si kuli bangunan itu. Batu itu pun mengenai si kuli
bangunan. sambil mengerang kesakitan akhirnya si kuli bangunan pun
tersadar dan menoleh ke atas melihat si mandor Udin yang kembali
melempar sebuah batu padanya. Si kuli bangunan berteriak agar udin
menghentikan melemparinya batu. Setelah Udin melihat si kuli bangunan
sudah menoleh padanya, maka Udin pun meneriakkan pesan penting yang
ditujukan pada kuli bangunan itu.
Demikianlah kawan, hampir serupa dengan kisah kehidupan kita yang
seringkali tak rungu, tak acuh dengan pesan – pesan yang berusaha
disampaikan oleh Tuhan pada kita. Seringkali kita asyik dengan kesibukan
kita sendiri dan lalai bahwa Tuhan sedang ingin menyampaikan sesuatu yang
penting. Bisa jadi, Tuhan sedang melemparkan koin logam berupa
keberlimpahan/rejeki/kekayaan agar kita mendekatkan diri pada Tuhan
karena Dia hendak membuat kita belajar sesuatu.
Atau, bisa jadi Tuhan sedang melemparkan batu pada kita berupa
ujian penderitaan/kesusahan/kesedihan dengan maksud yang serupa pula,
agar kita bersedia untuk sejenak berhenti dari kesibukan duniawi dan
mendengarkan pesan yang hendak disampaikan Tuhan pada kita untuk bekal
kita membangun kehidupan kita.
Nah, coba sejenak kita merenung apa yang sedang terjadi pada
kehidupan kita, mungkin kita melewatkan pesan yang hendak Tuhan
sampaikan pada kita. Mungkin saja Tuhan sedang mencari perhatian kita….
^_____^
Meski demikian, apapun yang sedang terjadi kawan, tetap lah
bersyukur… karena sore ini masih bisa bertemu
temam/kawan/saudara/keluarga ataupun orang orang terkasih disekitar
kita.. entah kapan kesempatan ini berakhir, untuk itu terus
bersyukurlah, bersyukurlah, bersyukurlah… karena dengan demikian, rahmat
dan karunia Nya menjadi lebih jelas terlihat & terasa.
Sambil merenung & bersyukur,,, coba dengarkan lagu ini deh ^____^
“ Sahabat Dalam Satu
Pilihan ” By. Jibril Dermayou
"Tak terasa tahun ketiga akan aku arungi masa renangi
buah citaku dalam gapaian angan. Saat ini merupakan gapaian hari yang sangat
singkat untuk meniti waktu yang kian mengikis. Ya mengikis kesempatanku untuk
bercerita indah tentang manisnya masa-masa di bangku kuliah ataupun terkikisnya
usiakku yang kian hari kian bertambah. Kini aku harus terus mawas sembari
menatap hari esok dengan mantap, meskipun aku rasa tak mampu lagi menapaki
jalan depan dengan kepastian. Terkadang ingin aku kembali mengulangi rute yang
dulu aku tapaki bersama perbaikan diri yang dulu tersiakan, namun langkahku
kian jauh dan tak mungkin aku kembali... Mengapa dulu aku menyia-nyiakan
hari,mengapa aku terlalu cuek memandang senyata diri yang lemah, lemah akan
segalanya.ya segalanya. Mengapa aku harus terombang-ambing bersama
kepastian yang belum jelas angan asa tentang dia hanya sebuah ilusi yang sempat
aku raih hanya kegamangan dan sakit hati. Andai aku tahu itu hanya 'Duka'
terbungkus 'manisnya kata' mungkin aku takkan
berharap-harap sebuah prisai indah antara aku dan dia. Adalah kau sahabatku
yang telah menggoreskan luka di atas luka... Dengan teganya kau merampas segala
kebahagiaan dan impianku. kau rebut dia dari tanganku, bukankah kaupun tahu
kalau Dia itu......." Tak kuasa lagi Lyana melanjutkan kata-katanya,
seakan kembali perasaannya digelayuti beban rasa yang tak kuasa ia tanggung.."Kaubagaikan
pagar yang makan tanaman... sungguh tak pernah aku menduga..." Nada
sendu almarhum Ayah Megy Z pun kembali muncul menyeruak dalam ingatan Lyana (loh
kok dangdut sih?. Kan ceritanya lagi ber-'tangis Bombay', wajar toh kalo pake
sedikit Jempol bergoyang dangdut, so Bollywood banget gitu loh. Grrrr jangan
banyak protes ya. Hihihi). Lyana hanya bisa menangis di atas
pembaringan..kepada siapa ia harus mengadu dan berkeluh kesah, pikirnya.
Sementara dia Imelda sahabatnya yang ia percaya sebagai tempatnya berbagi
cerita dan berkeluh kesah telah menghianatinya. Duuh Gusti Allah Pangeran
Abdi... rintih suara hati Lyana kuat membathin. Bersama isak tangisnya
yang nyaris tak terhenti. Air matanyapun kini menggenangi tempat peraduannya alias
melukis pulau dengan air matanya di seprei tempat tidurnya. (uniik
gak tuh, hihihi). Kidung 'Menangis Semalam'
miliknya Audi-pun ikut menghantarkan Lyana kedalam hangatnya pelukan sang malam
alias zzzz tertidur pulas... Angan asanya terbang ke Nirwana dan membawanya
kesuatu tempat,
"Ya kita mulai dari hitunga satu lagi, kedua tangan... kiri dan kanan
semuanya di pinggang... sekarang pinggul mulai di goyang ya gitu, kekiri dan
kekanan.. satu, dua, tiga, empat....!" Suara lantang terdengar seorang ibu
instruktur olahraga yang pagi itu sedang membimbing ibu-ibu dari Persit Kartika
Chandra di sebuah halaman kongsi Markas TNI AD di lingkungan KODAM III
Siliwangi Bandung. Dari kejauhan pula samar-samar tedengar derap langkah
prajurit yang sedang berlatih baris-berbaris dengan sesekali disertai yel-yel
kekompakan regu. Bisa jadi kalo rombongan pasukan itu prajurit junior Tamtama
yang sedang mendapatkan pelatihan khusus dari para seniornya. Sementara itu
dari balik pagar terali kawat besi berduri markas TNI AD itu tampak seorang
anak laki-laki kira-kira baru berusia 13 tahunan, berdiri tegak sambil
memandang kedalam asrama merasa takjub. Anak laki-laki itu Fredy Budianto
namanya. Tatap matanya masih terlihat pada sebuah bangunan permanen dimana
didalamnya terdapat segerombolan pria berseragam loreng-loreng yang sedang
asyik bercengkerama dengan teman-temannya. Pandangan Fredy kian lekat saja tak
lepas dari seorang laki-laki yang sesekali tersenyum padanya.
"Frediii....!"sapanya dari belakang, sambil pundak Fredy di
peganginya. "Sedang melihat apa, De?" tanyanya lagi sambil menatap
Fredy kuat dan sesekali turut pula melihat apa yang sedang Fredy lihat.
"Ooo itu, kamu bener-benar ingin jadi tentara ya kalo udah besar nanti...
sebuah cita-cita yang bagus... tapi kamu juga harus tau De.. meskipun
kelihatannya Gagah menjadi seorang tentara itu penuh dengan duka dan tantangan,
jadi tentara itu cape loh De, coba aja kalo gak lagi tugas tiap pagi, siang
bahkan sampai malam harus terus berlatih fisik agar tidak loyo, (kan
gak TNI banget masa harus Loyo sih...hihihi). Dan tidak itu saja
apabila suatu saat di pindah tugaskan di daerah konflik harus siap lahir batin,
siaga selalu dan tahan banting...Gak boleh gak dan konsekuensinya kamu harus
jauh meninnggalkan orang-orang yang kamu sayangi ya Pacar, teman-teman kamu
serta keluargamu di rumah. Meski jaminan untuk bisa kembali lagi dengan selamat
bertemu keluarga dan orang-orang tersayangmu itu kemungkinannya sangatlah kecil
sekali, ya sekecil gaji yang mereka terima dari Negara untuk tiap
bulannya.." katanya lagi sambil terus nyerocos memberi penjelasan super
lengkap. Sementara Fredy yang mendapat kuliahan gratis tetap diam membisu dan
hanya bisa geleng-geleng kepala saja sambil tatap matanya masih tak lepas dari
apa yang sedang ia lihat. "Kamu dari tadi keliatan serius banget, lagi
liatin apaan sih De?". "Liat Teh, bukankah itu Eteh Imel sama mas
Bryan yang sering kerumah kita..?"kata Fredy sambil menunjuk dengan
telunjuk jari tangannya nun jauh kearah didepannya. "Haah!! Ya sedang apa
Imelda di sana ya?" Tanya gadis disamping fredy itu tambah penasaran, tapi
ketika bola matanya sempat beradu pandang , Imel tertunduk malu. Sedangkan pria
yang berseragam tentara yang teramat di kenal Fredy karena sering
memberinya permen, coklat ataupun bahkan Martabak telor Bangka yang super jumbo
itu untuk ukuran Porsinya. Tatkala mas Loreng itu Fredy sering menyebutnya
begitu, beranjang sono kerumahnya. Apalagi kalau bukan ngapelin kakak Ceweknya
yang cantik itu. Bryan Permana nama lengkap cowok tentara itu, ia
berbadan tinggi tegap standar ukuran seorang scurity Negeri ini lah. Sopan,
supel tampan pula wajahnya. Baik hati, sayang lagi perhatian dengan keluarga
Fredy (Tapi rajin menabung nggak ya...hihihi). juga
termasuk pula tentu dengan Lyana ,kakaknya...(ehmm la iyalah kan
lagi ada ....nya). Sesekali Bryan melambaikan tangannya kepada
Fredy dan Lyana... lamat-lamat terdengar teriakannya, "Dadah Lya, selamat
pagi n' selamat tinggal...!" katanya sementara tangannya tak lepas memeluk
Imelda dengan mesra.Sedangkan Imelda masih saja terlihat tersipu malu, batinnya
terus bergejolak, "Ma'afkan aku Lya, bukan aku bermaksud..." Hati
Imel membathin. Tak kuasa melihat pemandangan di depan matanya itu Lyana
langsung cabut berlari meninggalkan Fredy adiknya yang masih menatap Imelda dan
Bryan. Lalu... "Jebrettt, debrukkk, Crieeetzz...!!"
sebuah kendaraan Colt Diesel pengangkut sayuran mengerem mendadak dan
menabrak Lyana, Lyanapun terpental jauh dan teberguling-guling di pinggir
jalan. Melihat keadaan itu Fredy kalap berlarian menjemput kakaknya. Dan
bersama Supir mobil dan Mbak bakul sayur berusaha keras menyadarkan,
membangunkan Lyana. "Teteh Lya, bangun dong teh!" . "Iya Lyanaa
sayang bangun doong..!" terdengar lamat-lamat samar di telinga Lyana suara
Mamah dan Papahnya dengan nada begitu khawatir. "Ehmmm aku dimana ini
?" Tanya Lyana ketika baru sadar dari pingsannya. Eh tidurnya, tadi
ceritanya Lyana lagi mimpi tuh... "Hihihi...teteh Lyana Mimpi naon sih,
masa orang sare sampe jauh dari tempat tidur..hihihi lucu pisan?" Tanya
Fredy seneng liat mbaknya siuman sambil sedikit menggoda kakaknya yang cantik
itu. "Haah mimpi..?" Tanya Lyana lagi di sambut gelak tawa Fredy
adiknya dan kedua ortunya. Heh syukurlah kejadian barusan tadi hanya mimpi
kalau tidak, hihihi gak mau deh sepanjang hidup aku ngalamin kejadian tadi,
pikir Lyana lega.
Enam bulan kemudian...
"Maah !!!" ."Iya ada apa sayang?". "Lyana hoyong
nyusul Papah aja... bolehkan Mah, Lya udah gak kuat lagi
Mah...!" kata Lyana ketika merasakan sakit luar biasa menyerang
tubuhnya.Semenjak terputusnya hubungan Lyana dengan Bryan kekasihnya yang
tentara itu. Akibat dari kehadiran pihak ketiga yakni sahabatnya sendiri,
Imelda. Bawaan keseharian Lyana berubah drastis Lyana menjadi sosok gadis yang perenung
plus pemurung, pendian dan penyendiri apalagi kira-kira satu bulan yang lewat,
yang konon papah tercintanya telah kembali lebih dulu kepangkuan sang pencipta,
hal ini bertambah lengkaplah sudah deretan derita seorang gadis bernama Lyana.
Dia makin terpuruk dalam lamunan panjangnya. Dari sikap Lyana yang konyol itu,
Lyana yang jarang makan dan kebanyakan hanyut dalam kesedihan memaksa dirinya
harus terbaring di salah satu kamar Rumah Sakit Permata Hati, akibat terserang
penyakit Tyfuss.
Sehari-harinya di rumah sakit sambil menunggu kesembuhannya, Lyana
habiskan waktunya untuk berbagi cerita pada teman-temannya di Facebook...
atau juga hanya sekedar ber-say hallo dengan kenalan barunya di dunia
maya Facebook sebuah jejaring sosial ajangnya gaul masa kini. Seperti
siang itu wajah Lyana terlihat sumringah ketika mengomentari salah satu catatan
teman facebooknya, saat itu ia membaca sebuah tulisan
Romansa membiru yang di tulis Bimo Wardana. "Akkhi bikin terharu
saja...ini Lyana banget..." tulisnya di kolom komentar. "Ohya
alhamdulillah deh kalo gitu.. tapi maafin Akhi ya Ukhti, kalo bikin hati Ukhti
terharu inget sama.... Tapi ntar juga banyak tulisan gaul abis yang insya Allah
positif untuk peneguh hati. Ukhti do'ain akhi biar terus di kasih kesehatan sama
Allah agar bisa terus menulis, makasih ya tuk Apresiasinya..!?"Jawab Bimo
masih di kolom Komentar. "Di tunggu catatan terbarunya ya...
D-I T-U-N-G-G-U banget, ukhti sibukkah?" Tanya Lyana lagi.
Tapi karena emang Bimo lagi banyak gawean ia belum sempat menjawab pertanyaan
itu. Sampai tulisan–tulisan berikutnya yang Bimo tulis hadir turut meramaikan
ajang gaul di catatannya di sebuah wall Facebook.
Sore itu disela-sela menjelang berbuka puasa, hp Bimo bunyi melantunkan
sebuah kidung 'Manusia biasa' milik Duo Voice Nino n' Nuno.Mengagetkan
Bimo yang tengah asyik menikmati bacaan sebuah buku religi dikamarnya.
"A'a...setelah buka puasa nanti tolong hubungi Dede ya!" pinta SMS
itu. Akhirnya selesai berbuka dan shalat maghrib Bimo hubungi jua nomor itu yang
tidak lain milik Lyana, adik manis facebooknya yang
sering membuat hati Bimo jengkel tujuh keliling kalo di hubungi selalu saja di
rejek ataupun "Maaf nomor yang anda hubungi sedang dialihkan, silahkan
tinggalkan pesan... apa saja deh asal jangan pesan makanan seperti kurma atau
kolek pisang misalnya menu buat tajil berbuka puasa. Soalnya gak ada yang buat
dan susah ngirimnya... hihihi" kata opertor bebodornya salah satu provieder
memberi penjelasan Gokil abizz. (kata Zaenal Tuyung sih
bilang,Tammbahaaan....!! Hehehe). Terkadang jengkel itu berubah
jadi rasa sayang dan benci itu pula menjadi rindu...itu tandanya apa yah? tau
ah Ngelap eh Gelaap ya Rin, konsletingnya kebuka sih. Hahaha, untung burungnya
gak terbang ya Rin?...Iiiidiiih gak mau ah ntar ada yang bangun lagi, kata Maya
Cinta dalam komentarnya Ingin menjeriiiit.
"Nyuruh aku ngubungin kamu ada apa sih De?". "A'a makasih ya
buat tulisannya, Lyana udah baca sampai bagian terakhir catatan itu, tapi
kenapa di Special thanks-nya nama Lya, kok jadi Lyana
Sunanto.. iih malu-maluin aja.." kata Lyana sedikit protes. "Bukankah
kamu seneng De kalo nama yayang kamu dicantumin, abis aku baca di profil kamu
namanya itu jadi, Lyana Sunanto,ya udah gue tulis gitu apa adanya.." .
" hehehe iya deh gak apa-apa..". "Duuh senengnya Ibu DAN Alas
Roban petang ini, udah resmi jadian nih?" kata Bimo menggoda hanya
terdengar gelak tawa dari seberang sana.
Ohya pasti temen facebooker belum tau siapa itu
Sunanto.Konon menurut sumber yang mungkin dapat di percaya nama lengkapnya
Agung Sunanto putra Madiun asli yang merupakan pacar barunya Lyana. Dia juga
menurut sumber tadi, ehemm kakak seniornya Bryan dikesatuannya TNI AD. Mungkin
juga Lyana merasa sreg dan terhibur dengan kehadirannya yang mengisi
hari-harinya menggantikan Bryan di hatinya. Meskipun konon menurut Lyana
sudah menemukan pengganti tambatan hatinya, Calon ibu Fsikolog ahli kejiwaan
ini mengaku teramat sullit untuk melupakan sosok makhluk keren yang berlabel
Bryan,baginya Bryan sudah menjadi cinta matinya mungkin kalo nanti di madupun
Lyana mau tuh. (tapi maaf seorang TNI gak boleh punya istri dua
bisa-bisa kena Disipilioner ama atasannya alias PHK, hihihi).
Segalanya yang ada pada diri Bryan menurutnya Perfecto
nyaris sempurnano.
Seperti malam itu Lyana mengontek Bimo dan banyak bercerita tentang Bryan
dan Imelda sahabatnya itu. Mengapa dia hanya mau berbagi cerita masalahnya
hanya sama Bimo, mungkin karena menurutnya lagi hanya Bimo yang paling mau
mengerti keadaannya saat ini. Apalagi konon, menurutnya lagi Bimo bagai sosok
figure yang dapat menggantikan keberadaan Papahnya yang telah tiada, begitu
menurut pandangan kaca mata Capung milik Lyana (tapi bukan berarti
Bimo mo dijodohin ama Mamahnya Lyana kan, ya nggak, bener gak Ly? Gak-gak-gak
).
"A' tadi Mamah telpon memberi kabar kalo Mas Bryan ama Imelda mau
married...". "Ya terus kalo mereka jadian menikah emang kenapa?"
Tanya Bimo lagi pura-pura kagak Ngerti. "Sakit hati ini, kak sakiiit
sekalii..!"katanya lagi mulai terdengar isak tangisnya mulai meledak kaya
petasan cabe bulan puasa, cetar-ceter.. "Pokoknya kalo Imel jadi nikah
sama Bryan aku gak ikhlas, gak ridha kak!" Bimo tertawa kecil, dalam hati.
Ceritanya Lyana belum menerima alias belum ikhlas melepas Bryan untuk Imelda
sahabatnya. Bimo paham dengan sikap manja dan terkadang emang egois yang di
maksud. Lyana Jeoulus alias Cemburit eh cemburu berat. Akhirnya Bimopun
meanganjurkan Lyana beristighfar dan memberikan beberapa pertanyaan pilihan ke
Lyana. "Dede pilih mana kebahagiaan semu atau kebahagiaan abadi?" .
"Ya kebahagiaan abadi." Jawab Lyana di sela-sela isak tangisnya.
"Ade memilih ketenangan atau kegundahan?" Tanya Bimo lagi.
"Ketenangan dong!" jawabnya lagi masih diselingi suara tangisnya
meskipun mulai terdengar mereda. "Dede pilih Kebaikan atau kejahatan,
pilih pahala atau dosa?". "Ya pilih kebaikan beserta pahalanya
juga.."jawab Lyana lagi. "Kalo begitu Dede memilih jalan lurus ke
Syurga..kalo demikian Dede harus ikhlas ridha membiarkan Imelda sahabat Dede
menikah dengan Bryan mantan pacar Dede, gimana sepakat dengan ini semua Bu DAN
Alas Roban?". "Tapi kenapa harus menikah dengan Sahabat Lyana sih
kak...sakiit hati ini, sungguh sakit kak, kakak belum pernah merasakannya
sih?" kata Lyana berapi-api manja. "kata siapa aku gak pernah di
tinggal Married ama pacar, aku udah pernah 2 kali malah De, yang terakhir itu
kejadiannya sama seperti Dede. Dia menikah dengan sahabatku, teman seperjuangan
di pengajian Suro dulu. Tapi aku ikhlas mungkin dia ditakdirkan bukan jodohku,
lagian dunia ini luas De dan lebar tak selebar Daun Kelor (Daun yang
pada Zaman perjuangan dulu buat nasi bungkus, unik banget daunnya kalo
pengen liat kaya apa daun kelor itu silahkan anda nongkrong di lesehan
sepanjang jalan Grage Mall Cirebon dan nikmati nasi Jamblang yang khas di
bungkus daun kelor...).Inget De, Allah SWT berfirman :"Orang
yang bersabar dan mema'afkan, sesungguhnya yang demikian itu suatu hal yang
diutamakan.." (QS.Assyura : 43).Udah sekarang
jangan menangis lagi, nanti malam shalat Tahajjud, hajat dan istikharah...
insya Allah... Allah SWT akan memberi ketenangan dan jalan keluar yang
terbaik." Kata Bimo menganjurkan Lyana untuk kian merapat mendekatkan diri
kepada sang penciptanya. "Tapi nanti malam gak bisa Dede lagi dapet
Kak?". "Ya udah lain waktu juga boleh.." kata Bimo lagi.
"A'aa...!". "Iya aku masih disini kok De..ada apa?".
"Peluk Dede..dong..!" rengek Lyana Manja. "Iya sini Aku
peluk...ehmm." Kata Bimo lagi menuruti keinginan Lyana dan selanjutnya apa
yang terjadi, biarlah menjadi kenangan dan rahasia mereka berdua di malam yang
cukup dingin itu. (buat temen-temen facebooker jangan ngiri yah,
inget loh orang ngiri tandanya tak mampu, hiihiihii).
Sebagai seorang sahabat yang udah lama banget mengenal sahabatnya,
sebenarnya Imelda teramat gak tega melihat keadaan sahabat baiknya itu. Ia
ingin sekali membagi kebahagiaan itu dengan sahabatnya tapi apalah daya
kebahagiaan yang sedang ia rasakan saat ini bukanlah berbentuk barang ataupun
benda yang bisa di potong jadi dua dan di bagi dengan Lyana karena ini
masalah hati dan sebuah masa depan kehidupannya kelak, paling setidaknya ia
hanya bisa mawas diri bila sedang berdekatan dengan Bryan dihadapan Lyana,
sahabatnya. Ataupun tidak sekalipun menyinggung ataupun bercerita tentang
Bryan di depan Lyana yang menurutnya cukuplah untuk berbagi peduli dan
kasih sayang dengan Lyana yang ia kenal semenjak kanak-kanak itu, semenjak ia
berdua duduk di bangku SMP dulu banget sampai kini ia sama-sama duduk di bangku
kuliahan. Mereka berdua sekarang memang tercatat sebagai mahasiswi di salah
satu Universitas di kota kembang Bandung.Tapi tidak bagi Lyana ia tetap
menganggap Imelda adalah saingan beratnya, bisa di kata Rival terberatnya
mungkin kalo di kilo udah gak ada timbangannya lagi kali kitunya, hehehe.
Karena bagaimanapun menurutnya Aku yang mengenal Bryan untuk pertamakalinya dan
konon katanya juga udah resmi jadi pacar 'Mas Cepak' itu.
Sedangkan Imelda mengenal Bryanpun berawal mula dari perkenalannya yang
pelantaranya juga Lyana sendiri. Masalah yang kemudian timbul Bryan terjatuh
berpindah hati dari Lyana beralih kompas mencintai Imelda itu sebenarnya
kesalahan Bryan yang tak bisa menghargai nilai-nilai sebuah persahabatan mereka
berdua. Mengenai apa penyebabnya dan mengapa Bryan sampai hati menyakiti Lyana
selingkuh didepan mata Lyana, biarlah cukup mereka berdua yang tau alasannya,
apa dan mengapa harus begini begitu, bla-bla-bla... (jadi inget
salah satu lirik tembang jawa dari sebuah karya seniman jawa pantura Almarhum
Yoyo Suwaryo, yang bercerita tentang Jodoh Jorok, hehehe).
Siang itu Imelda bersilaturrahmi ke tempat Mess Lyana PKL di Malang, yang
kebetulan hari itu Lyana sedang istirahat karena terpeleset di kamar mandi
akibat kebanyakan 'menangis semalaman' dan terlalu
berat memikirkan Bryan dan Imelda hingga kakinya terkilir dan tak bisa
beraktivitas seperti biasa. Malah jadi ngerepotin temen-temen sekampusnya
bilang saja Sono, soni atau siapalah dia konon sudah dua kali menjatuhkan tubuh
Lyana kedalam Got depan Messnya, abis lumayan Bohay sih tuh body Lyana jadi
teman-temannya rada kesusahan juga kalo harus menggendong Lyana untuk pergi
berobat atau sekedar mengajaknya membeli makanan untuk berbuka puasa.
"Lyana...Ma'afin aku ya Lya...!" kata Imelda yang langsung memeluk
Lyana yang sedang sibuk membuka-buka hasil tugas PKL teman-temannya...
"bentar-bentar, Imel-Imelda kenapa dan memengapa kamu ada di
sini...?" Tanya Lyana sammbil terkaget-kaget benar-benar surprise...
"Ma'afin aku Lyana... ya ma'afin.". "Ssst sudahlah Imelku
sayang, hapus dulu air matamu udah cep-cep...!" kata Lyana sambil
mengusap air mata sahabatnya. Lyana tak kuasa melihat sahabatnya duduk
bersimpuh di hadapannya sambil meneteskan air mata. "Aku memang salah Lya,
sudah banyak membuatmu susah, maafin aku... gak ada niatan apapun untuk membuat
hatimu sakit dan menderita seperti ini...". "Sudahlah Mel, aku tau
semuanya bukankah bentar lagi kamu akan menikah dengan Bryan dan seharusnya
kamu senang sayang... sebentar lagi kamu akan berdampingan dengan Bryan, kamu
akan jadi Nyonya Bryan..?" kata Lyana kali ini begitu arif. Tapi aku gak
mau menyakiti hati kamu lagi Lyana, aku rela membatalkan pernikahan ini demi
sahabatku, yaitu kamu Lyana..." "Loh kenapa harus dibatalkan Imelku
sayang...Aku udah ikhlas kok kamu menjadi pendamping Bryan, aku hanya titip
pesen jaga Bryan untukku ya?" pinta Lyana sambil menatap mata Imelda lekat
dan dalam. "Tapi..." "Husss, sudahlah aku ikhlas kok
sayang....Aku tahu kita memang terjatuh dalam satu pilihan dan itu tak mungkin
kita bagi dua meskipun kita bersahabat...." Kata Lyana sambil kembali
memeluk sahabatnya Imelda erat-ert dan mereka berduapun terbuai dengan tangis
sisa semalam yang belum usai.
Lyana Teruntuk sahabatku Imelda kshan km jauh" dri
bndung dtng ksni hnya untk mnta maaf pd Lya??tenang ja Lya ga pa"
dia itu jdoh mulaki"yg dl ada dlm hatiku sbntar lg akn jdsuami mu...
...Ila hrap prsaudraan qt jgn pecah gra"hal ini
Lya cmn ti"p psan pd calon suami mujgn minta maaf sma Lya!mnta maaplah
sma ke 2 orngtua dan kluarga Lya.krna mrka yg kecewa n tersakiti
Doa restu ku ada untk kebahagiaan klian.
Bimo Siiiplah!!ini baru Lyla namaY, yg tegar dn punya
hati.. willy, aQ bangga pisan. aQ jd tmbh syg... jgn lupa ntar mLm y?
Kamispukul 13:32 · SukaTidak Suka · suka
Balas Bimo bangga membaca status Lyana yang mulai tegar menerima kenyataan
itu.Sambil mendesah panjang Bimo menutup laptopnya dan berlalu sambil bersiul
dan menyanyi... "Selamat tinggal masa Lalu aku akan melangkan, maafkanlah
segala yang telah aku lakukan padamu...." TAMMAT
Program menghafal Al-Qur’an bagi siswa MAN Babakan Ciwaringin
merupakan muatan kurikulum keunggulan lokal. Setiap siswa MAN Babakan
Ciwaringin diwajibkan menghafal Al-Qur’an, Siswa tahun pertama (di kelas X)
wajib menghafal Juz amma, Siswa di tahun kedua (di kelas XI) wajib menghafal
surat Yaasin, dan Siswa di tahun ke tiga (Kelas XII) wajib menghafal Surat
Waqiah.
Proses pembinaan hafalan dilakukan secara
integrasi dalam mata peajaran Al-Qur’an Hadits, sedangkan penilaian hafalan
dilakukan dua kali dalam satu tahun yaitu Munaqosah tahap I pada saat menjelang
ulangan semester dan munaqosah tahap 2 pada saat menjelang ulangan
kenaikan/ujian. Hasil penilaian/munaqosah dilaporkan kepada orang tua dan
siswa yang lulus munaqosah tahap 2 setiap jenjang berhak mendapatkan sertifikat
lulus munaqosah.
Menurut Kepala MAN Babakan Ciwaringin Drs.
H. Kumaedi, M.Pd. program hafalan qur’an sebagai upaya madrasah dalam menguatkan
pencapaian tujuan pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan. Insya Allah
setelah siswa lulus dari MAN Babakan Ciwaringin, hafalan quran yang dimiliki
siswa akan bermanfaat baik untuk dirinya, orang tua dan masyarakat pada
umumnya. Menjelang akhir tahun pelajaran 2010/2011 digelar kegiatan eksplorasi
dan apresiasi tahhfidz quran siswa/siswi MAN Babakan Ciwaringin. Menurut Drs.
KH. Badawi Murai , M.Ag. selaku Koordinator kegiatan/ Ketua Program Keagamaan,
bahwa kegiatan bacaan hafalan (SEMAAN dalam bahasa Pesantren) dilaksanakan
selama dua hari pada tanggal 28 dan 29 April 2011 mulai pukul 08.00 WIB s.d
12.30 WIB, kegiatan ini bertujuan menemukan penghafal-penghafal quran di
kalangan siswa/siswi sekaligus membudayakan hafalan quran di MAN Babakan Ciwaringin.
Dari kegiatan ini ternyata ada siswa/siswi MAN Babakan Ciwaringin yang sudah
hafal quran melebihi target pencapaian muatan kurikulum keunggulan lokal. Binti
Zulfah (hafal 30 Juz), Arif Musadaf (hafal 19 Juz), Nida Hanifah (13 Juz), Essa
Umi Holifatul (hafal 10 Juz), Robiatul Adawiyah (hafal 10 Juz), Mohammad An’im
(hafal 7 juz), Aulia Rahman Nazar (hafal 6 Juz), Atun Nurjannah (hafal 5 Juz),
M. Aqil Husain (hafal 5 Juz), Dakwatul Walidah (Juz 3 Juz), Naelul Afwa (hafal
3 Juz), Cucu Nurcahyanti (hafal 2 Juz), Wasliyah (hafal 2 Juz), Mubarok (hafal
2 Juz),.
MAN BabakanCiwaringin yang bervisi
mewujudkan individu yang bermartabat dalam intelektual, emosional dan spiritual
berusaha keras untuk lebih eksis dalam peningkatan mutu pendidikan. Dengan
program hafalan quran, pembinaan keagamaan siswa lebih massiv dan
memperkuat kegiatan praktek ibadah/ praktek dakwah siswa. Kegiatan praktek
ibadah siswa menuntut siswa berkemampuan dan terbiasa melakukan sholat fardhu
berjamaah, sholat dhuha, sholat mutlak, sholat hajat, sholat jama’ dan sholat
qoshor, munakahat, proses akta hibah, akte wakaf dan akte yayasan, pengrusan
jenazah, penyembelihan hewan halal, khutbah jumat dan teknik pendirian lembaga
TPA/TKA. Kegiatan ekstrakurikuler unggulan bidang keagaamaan terdiri dari Seni
Kaligrafi, Seni Qiroat Quran dan Majelis Bimbingan Dakwah yang dibimbing oleh
Drs. Permana M. Nur setiap tahun melaksanakan Bhakti Sosial ke beberapa daerah
dengan kegiatan ceramah agama di musholla-musholla, bimbingan manajemen
TPA/TKA, dan bimbingan baca tulis Quran. Semoga ilmunya Bermanfaat....
Cirebon, kota kecil yang terletak di bagian Timur
Jawa Barat, hingga kini, dikenal sebagai salah satu kota ’santri’ di
negeri ini, tentu selain Demak, Pekalongan, Kediri, dan beberapa kota
lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ini bukan tidak beralasan atau
sekedar julukan. Sedikitnya ada beberapa indikator bisa dikemukakan,
diantaranya; Pertama, sejarah kota dan atau kabupaten Cirebon
menunjukkan kaitan eratnya dengan sejarah dan budaya kaum santri.
Dimana kota ini pernah jadi salah satu area Islamisisasi dari gerakan
dakwah kultural Wali Songo. Sunan Gunung Djati atau yang dikenal juga
dengan Syarif Hidayatullah hadir di Cirebon sebagai pendakwah Islam
kultural yang simpatik. Keberadaan Sang Sunan ini selain juga merupakan
bagian dari Islamisasi Jawa ala Wali Songo, juga merupakan bagian dari
perjalanan membesarkan kerajaan Cirebon masa lampau. Untuk menghormati
jasa-jasa Sang Sunan, hingga kini masyarakat Cirebon dan kaum santri
pada umumnya ’rajin’ menziarahi pesarean (maqbarah) Sang Sunan, atau
setidaknya mengingat wasiatnya yang sangat populis, ”Insun titip tajug
lan fakir miskin” (saya titip mushalla dan fakir miskin).
Kedua,
banyaknya pesantren di kota dan kabupaten Cirebon. Di Cirebon bagian
Timur terdapat ‘kampung pesantren’ Buntet, sebuah kompleks pesantren
yang berlokasi di desa Mertapada Kulon. Tidak jauh dari situ, terdapat
pesantren Gedongan yang berlokasi di desa Ender. Sementara di wilayah
Cirebon Barat bagian Selatan terdapat ‘kampung pesantren’ Babakan
Ciwaringin. Di wilayah Cirebon Barat bagian Utara terdapat pesantren Dar
Al-Tauhid di desa Arjawinangun, dan pesantren Al-Anwariyah di desa
Tegalgubug. Terbentang di antara di antara wilayah Barat bagian Utara
dan bagian Selatan, dapat ditemui dua pesantren; pesantren Tahsinul
Akhlaq di desa Winong dan ’kampung pesantren’ di desa Kempek Ciwaringin.
Ke Selatan sedikit, kita dapat menjumpai pesantren Balerante,
Palimanan. Dari Palimanan ke arah Timur, di wilayah Plered, kita juga
dapat menjumpai beberapa pesantren. Di Cirebon Kota, juga terdapat
banyak pesantren. Sebut saja beberapa diantaranya adalah pesantren
Jagasatru, pesantren Istiqomah, dan pesantren Siti Fatimah. Di bagian
lain dari Kota Cirebon terdapat pesantren Benda Kerep. Nama-nama dan
lokasi pesantren itu hanya sebagian dari yang ada, masih banyak nama dan
lokasi pesantren yang sesungguhnya belum disebutkan.
Bukan
hanya itu, fakta sejarah membuktikan, bahwa kaum santri Cirebon juga
berpartisipasi aktif dalam perjuangan merebut kemerdekaan bangsa ini. Di
kampung kelahiran saya, desa Ujungsemi kecamatan Kaliwedi kabupaten
Cirebon, terdapat makam pahlawan. Pemerintah setempat menziarahinya
setiap hari pahlawan atau hari kemerdekaan RI. Ratusan pahlawan yang
gugur dan dikebumikan di situ adalah kaum santri, alias pejuang-pejuang
Islam yang terdiri dari kyai-santri yang saling bahu membahu mengusir
penjajah. Mereka membela tanah air meski harus bersimbah darah dan
kehilangan nyawa.
Ketika saya duduk di bangku sekolah dasar (SD),
saya ingat betul, ada orang yang sangat dihormati penduduk kampung.
Karena selain dikenal sebagai ahli agama, beliau juga dikenal sebagai
salah satu pejuang kemerdekaan yang tersisa. Penduduk memanggilnya Kyai
Nurin. Yah Kyai Nurin yang dikenal kebal peluru dan salah seorang santri
Kyai Syathori Arjawinangun.
Ketika saya
menimba ilmu di pesantren Babakan Ciwaringin, diceritakan oleh para
ustadz, bahwa pendiri kampung pesantren Babakan, Kyai Jatira, adalah
juga seorang pejuang anti Belanda. ”Seandainya bukan karena perjuangan
Kyai Jatira, pesantren Babakan Ciwaringin ini tidak akan ada” kata
seorang ustadz di pesantren tempat saya belajar, Assalafie. Perjuangan
Kyai Jatira ini terutama pertentangannya terhadap kebijakan penjajah
dalam membangun jalan yang akan mengganggu pesantren. Beliau dengan
berani memindahkan ’patok’ penanda pembangunan jalan ke sebelah utara,
sehingga tidak mengganggu pesantren. Kaum penjajahpun terkecoh
karenanya.
Tidak jauh dari situ, bergeser
ke Barat dan Selatan dari Babakan Ciwaringin, ada desa Kedondong
kecamatan Susukan, yang juga bertetangga dengan desa Gintung kecamatan
Ciwaringin. Dari desa ini ada cerita heroik perjuangan kaum santri
melawan penjajah, yang dikenal dengan ’Perang Kedondong’. Dalam perang
ini, dengan dipimpin Pangeran Matangaji, kaum santri bahu membahu
melawan penjajah. Pangeran Matangaji sendiri adalah keluarga kraton
Cirebon (Kasepuhan) yang turun tangan memimpin masyarakat memimpin
perlawanan terhadap kolonial. Dalam peperangan ini kaum santri berperang
sampai titik darah penghabisan. Banyak kalangan santri yang meninggal.
Sementara pangeran Matangaji, menyelematkan diri. Ada yang menyatakan
beliau kemudian meninggal di sebuah desa, yang sekarang dikenal sebagai
desa Matangaji, Sumber.
Di desa Gintung,
sebelah desa Kedondong ada tanah lapang. Penduduk setempat menyebutnya
Blambangan. Di tempat inilah kaum santri banyak terbunuh dalam perang
kedondong. Beberapa memang selamat, seperti Kyai Abdullah dari Lontang
Jaya, kakek Kyai Syathori Arjawinangun. Ada juga yang menyatakan bahwa
selain kyai Abdullah, Kyai Jaitra Babakan Ciwaringin dan Kyai Idris dari
Kempek Ciwaringin, turut pula dalam peperangan ini. Mereka berdua juga
termasuk kyai yang selamat dari senjata kaum penjajah.
Sementara
itu Kyai Syatori, pendiri pesantren Arjawinangun, bersama Kyai Abbas
Buntet dan Kyai Sonhaji Indramayu beserta beberapa kyai lainnya,
berpartisipasi aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI,
dari agresi Belanda. Saat itu Kyai Saythori Arjawinangun, Kyai Abbas
Buntet dan beberapa kyai lain pergi ke Jawa Timur memenuhi panggilan
Kyai Hasyim Asy’ari untuk dimintai pandangan soal mempertahankan tanah
air dari serangan agressi Belanda. Perundingan ditunda sampai rombongan
kyai Cirebon hadir. Perundingan itulah kemudian yang dijadikan dasar
oleh Bung Karno untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Pesantren
Buntet sendiri adalah kampung pesantren yang sejak awal didirikan
dengan sikap kritis terhadap segala bentuk penjajahan. Pendiri pesantren
Buntet, Mbah Muqayyim, dikenal sebagai seorang yang anti kolonialisme,
dan tidak mengenal kompromi sedikitpun dengan Belanda. Sikap kerasnya
ini pula, yang membuatnya keluar dari lingkungan Kraton Cirebon
(Kasepuhan) untuk kemudian membangun basis kekuatan rakyat melalui
pendidikan agama (pesantren).
Untuk
kepentingan ini, kemudian di pesantren Buntet juga dikembangkan ilmu
kanuragan, tentu disamping ilmu-ilmu yang utama, ilmu-ilmu agama. Kyai
Abbas, pada masanya, selain dikenal sebagai ahli agama, beliau juga
dikenal sebagai guru silat yang cukup mumpuni. Memang, di beberapa
pesantren tradisional di Cirebon, ilmu-ilmu kanuragan (kesaktian) ini
kerap pula diajarkan. Entah itu sengaja, secara terkurikulum dan
bertahap, atau sekedar sebagai hadiah dari Kyai kepada santrinya yang
telah menghatamkan (menyelesaikan) kitab-kitab kajian tertentu.
Bahkan
pada masa perjuangan kyai-kyai tersebut, di Cirebon dikenal kyai
kanuragan yang merupakan guru kanuragan dari kyai-kyai yang ada di
Cirebon. Beliau adalah Kyai Rafi’i dari Kali Tengah, Plered. Pada
masanya, kyai-kyai Cirebon tidak akan buru-buru turun mengajarkan ilmu
agama di masyarakat sebelum belajar kanuragan kepada beliau.
Saat
ini, kiprah kaum santri (kyai-santri) Cirebon bagi bangsa ini tetap
tidak bisa diremehkan begitu saja. Cirebon memiliki Kyai Fuad Hasyim
(al-marhum), seorang mubaligh kondang dari Buntet. Beliau aktif di
Jam’iyyah Nahdlatul Ulama dan gigih mengusung nasionalisme bangsa.
Cirebon memiliki Kyai Yahya Masduki (al-marhum) yang dengan gigih
menyatakan bahwa persaudaraan sesama anak bangsa dan sesama manusia sama
pentingnya dengan persaudaraan sesama muslim. Beliau kyai yang tetap
populis, rendah hati, dan tidak berambisi untuk dirinya sendiri.
Cirebon
juga memiliki Kyai Syarif Utsman Yahya, yang dengan gigih menyadarkan
bangsa akan arti kemerdekaan, nasionalisme, dan arti hidup berbangsa.
Atas dasar pandangannya mengenai hak-hak warga negara, beliau dengan
berani membela keberadaan Ahamadiyah. Beliau lakukan pernyataan sikap
berkali-kali, baik di media lokal, media nasional maupun internasional
untuk menyatakan bahwa Ahmadiyah memiliki hak hidup di negeri ini.
Beliau terus konsisten melakukan pembelaan ini, meski dikecam oleh
beberapa kyai garis keras di Cirebon.
Cirebon
juga memiliki Kyai Husein Muhammad, yang dengan gigih memperjuangkan
hak-hak perempuan, yang selama ini tertindas. Beliau melakukan ini,
bukan sekedar karena ikut-iuktan trend jender, tetapi karena memang
Islam mengajarkan kesetaraan dan menolak segala bentuk kezaliman.
Cirebon
memiliki kyai dan santri yang luar biasa. Tergantung kita semua, apakah
kita akan meneruskan perjuangan kyai-kyai dan guru-guru kita tersebut,
atau sebaliknya. Wallahu a’lam bi alshawab.
Tulisan ini diramu dari berbagai sumber, baik pustaka maupun hasil wawancara. Penulis
adalah alumnus pesantren Assalafie Babakan Ciwaringin Cirebon, sekarang
aktif di Fahmina Institute dan Lakpesdam NU Cirebon
Pada 1808, seorang Gubernur Jenderal Willem Herman Daendels (1762-1818)
membangun jalan sepanjang 1.000 kilometer yang terbentang dari Anyer,
Jawa Barat, sampai Panarukan, Jawa Timur.
Daendels merupakan satu-satunya Gubernur Jenderal yang tidak diangkat
Ratu Belanda, melainkan diangkat Maharaja Louis Bonaparte, adik kandung
Napoleon Bonaparte, untuk memegang kekuasaan di Jawa. Waktu itu, Belanda
berada di bawah kekuasaan Perancis. Dan, Napoleon mengangkat adiknya
sebagai raja Belanda.
Untuk memperlancar gerak pasukan, Daendels berencana membangun “jalan
raya pos” yang sekarang lebih dikenal dengan “jalan Daendels”. Ia
khawatir sewaktu-waktu Inggris datang menyerang. Dalam membangun mega
proyek itu, Daendels menggunakan ‘tangan besi’. Ia memaksa sultan dan
bupati untuk mengerahkan ribuan pekerja rodi, tanpa dibayar sepeserpun.
Akibatnya, ribuan orang terkapar mati di jalan yang sekarang kita
nikmati itu. Setiap ada perlawanan, selalu ditekan dan dibungkam.
Pramoedya Ananta Toer melukiskan pembangunan jalan itu sebagai genosida,
pembunuhan masal. Para petani, waktu itu menganggap Daendels sebagai
momok menakutkan. Bahkan, orang-orang Belanda di Batavia menyebutnya
sebagai pengkhianat karena lebih setia pada Napoleon. Sebagai wujud
kesetiaannya itu, ia pernah mengibarkan bendera Perancis di Batavia.
Padahal, orang Belanda lebih senang dijajah Inggris ketimbang Perancis.
Kisah Daendels berakhir setelah jabatannya dicopot pada 1811. Jalan yang
disebut Daendels La Grande Route itu merekam sejarah kelam yang
mengendap dalam ingatan kolektif bangsa ini. Namun, bagi ulama dan
santri Pondok Pesantren Babakan, Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat,
sejarah Daendeles merupakah sejarah perlawanan, pertentangan, sekaligus
kisah heroik.
Kiai Hasanuddin, pendiri pesantren yang dibangun pada 1715 itu, adalah
salah seorang pahlawan yang lantang melakukan perlawanan terhadap
kebijakan Daendels. Hasanuddin, atau lebih dikenal dengan Kiai Jatira,
bersama masyarakat dan santri-santrinya, memindah patok-patok pengukur
jalan agar tidak mengenai tanah masyarakat dan pesantren yang
dirintisnya.
Bagi Kiai Jatira, Daendels tidak hanya mengambil tanah rakyat secara
paksa, berupaya menghambat dan membunuh pendidikan, melainkan sudah
merenggut hak-hak dan kebebasan rakyat dalam menentukan nasib dan masa
depan mereka sendiri. Karena itu, ia bersama para santri dan masyarakat
melakukan pembelaan, perlawanan, dan perjuangan untuk mendapatkan
kembali hak-hak dan kebebasannya itu.
Waktu itu, Kiai Jatira dituduh telah melakukan tindakan makar, melawan
negara, pemberontak, menghambat pembangunan, dan tuduhan-tuduhan lain
yang sengaja dibuat dan diciptakan pemerintah kolonial. Sejatinya,
tuduhan-tuduhan tersebut hanyalah “alat pembenaran” untuk melumpuhkan,
membungkam, menekan, dan menghentikan perlawanan Kiai Jatira. Namun,
meski mendapatkan stereotype seperti itu, Kiai Jatira bersama
santri dan masyarakat, tetap berkeyakinan bahwa kebenaran, keadilan,
kebebasan, harga diri, dan kedaulatan harus tetap dimiliki dan terus
diperjuangkan sampai tetes darah penghabisan.
Neo kolonialisme-imperialisme
Setelah penjajah hengkang dari Nusantara, Pesantren Babakan, Ciwaringin,
kembali berurusan dengan “jalan”. Kali ini, terusik oleh rencana
pembangunan jalan tol Cikapali (Cikampek-Palimanan)—salah satu mega
proyek tol trans-Jawa yang meniru proyek Daendels.
Tentu saja rencana tersebut mendapat penolakan luar biasa dari para
ulama, santri, dan masyarakat Cirebon dan sekitarnya. Mereka menggelar
demonstrasi besar-besaran (26/8/2007, 30/11/2007, dan 29/1/2008)
menentang proyek yang diperkirakan menghabiskan Rp 4,3 triliun itu.
Apalagi trase yang akan dilalui jalan tersebut rencananya akan mengenai
tanah pesantren. Darah kepahlawanan yang mengalir dalam tubuh cucu-cucu
penerus Kiai Jatira seketika itu mendidih. Api perlawanan kembali
dinyalakan.
Kiai, para santri, dan masyarakat meyakini perjuangan mereka saat ini
paralel dengan apa yang dilakukan Kiai Jatira dulu ketika melawan
Daendeles. Para kiai keberatan karena tanah yang akan dilalui tol adalah
tanah ulayat (wasiat/wakaf), yang hanya diperuntukkan untuk
pengembangan pesantren ke depan. Di sekelingnya terdapat puluhan lembaga
pendidikan dan pondok pesantren yang berbaur dan menyatu dengan
pemukiman masyarakat. Keberadaan tol tidak hanya mengganggu proses
belajar mengajar, melainkan akan berdampak langsung terhadap kehidupan
sosial-budaya masyarakat pesantren, dan menghambat pengembangan
pesantren ke depan.
Di samping itu, para kiai dan masyarakat memiliki ikatan emosional dan
sejarah yang kuat terhadap tanah tersebut, sehingga tidak mungkin
digantikan dengan tanah lain. “...tanah tersebut merupakan amanat
leluhur kami agar dijadikan sebagai tempat untuk kepentingan
pendidikan,” kata KH Makhtum Hannan, sesepuh dan tokoh kharismatik
Pesantren Babakan, Ciwaringin, suatu ketika.
Sejatinya, kalau kita telisik kasus ini lebih dalam lagi, problemnya
bukan hanya sebatas tanah, masa depan pendidikan, atau soal setuju/tidak
terhadap “pembangunan”, melainkan sudah menyentuh soal hak, kebebasan,
dan keadilan. Mereka punya hak dan kebebasan untuk mengolah tanah dan
menentukan sendiri masa depan mereka. Penolakan hanyalah salah satu
bentuk resistensi masyarakat tradisional terhadap “modernisme” atau
“pembangunanisme” yang acapkali merugikan dan tidak berpihak pada
mereka.
Dengan dalih “pembangunan”, “untuk kepentingan umum”, atau “meningkatkan
perekonomian rakyat”, penguasa seringkali tega merampas dan
mengorbankan tanah rakyat, seperti untuk pembangunan jalan layang, jalan
tol, plaza dan supermarket, pembangunan waduk, PLTU/PLTN, proyek
perkebunan, atau pembangunan tempat-tempat hiburan dan sarana olahraga
untuk orang-orang kaya.
Kalau kita mau jujur, sebetulnya siapa yang diuntungkan? Rakyat,
penguasa, atau segelintir orang yang memiliki modal besar? Yang jelas,
jawabannya bukan rakyat. Rakyat hanyalah “tumbal” pembangunan. Karena
itu, kalau memang negara ini punya rakyat, penguasa seharusnya berpihak
dan memperjuangkan hak-hak rakyat, menyuarakan kepentingan dan kemauan
mereka, dan mengedepankan pembangunan yang pro-rakyat dengan tidak terus
menjadikan rakyat sebagai “sesajen” untuk kepentingan pemodal.
Demonstrasi ribuan santri, ulama, mahasiswa dan masyarakat Babakan,
Ciwaringin, Cirebon, menolak tol Cikapali memiliki latar belakang
sejarah yang panjang. Secara simbolik, mereka sebetulnya sedang melawan
kolonialisme-imperialisme baru yang mewujud dalam kekuatan-kekuatan maha
besar-negara, pemodal, atau MNC (Multinasional Coorporation)—yang merenggut hak-hak, kebebasan, dan keadilan kaum lemah dan terpinggirkan.
Penulis adalah Ketua Komunitas Seniman Santri, Staf Pengajar pada Pondok Pesantren Babakan, Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat